Aku bermimpi menikah dengan wanita yang
berprofesi sebagai dokter. Tapi dihari aku mengikat akad dengannya. Aku ingin
ia hanya menjadi dokter keluarga saja. Tak perlu mencari nafkah, tak perlu
kerja di rumah sakit, dan tak perlu buka klinik segala. Cukup mempersiapkan
diri sebagai madrasah pertama untuk anak-anakku nanti. Cukup selalu berada satu
saf dibelakangku untuk menemani ibadahku. Cukuplah aku ingin terus melihatnya
di rumah dengan segala urusan dapurnya, urusan mencucinya, dan urusan-urusan
tentang syariinya.
Aku janji, takkan membuatnya hawatir
perihal kecukupan kebutuhan keluarga. Karena memang sudah tugasku untuk mencari
rezeky, karunia, dan segala ridho-Nya untuk keluarga. Aku janji, takkan
membuatnya menyesal telah meninggalkan pekerjaannya bersama teman-teman
dokternya. Aku ingin ia lebih menjaga kesehatan diri, dan anak-anaknya. Akupun
janji, takkan membatasi keinginannya untuk menambah pengetahuan tentang dunia
kedokterannya, takkan melarang ajakan teman dokternya yang membutuhkan
bantuannya. Karena aku yakin, segala kualitas akal, dan perilakunya itu akan
diturunkan keanak-anaknya nanti. Aku ingin ia mencerdaskan otak, dan moral
keturunan.
Alasan lainnya. Karena aku tak pernah
suka dengan rumah sakit. Jadi ketika aku sakit, dia sekaligus menjadi dokter
pribadiku saja. Cukuplah rumah keluarga sebagai rumah sakitnya. Denga begitu,
aku tak perlu khawatir akan kesehatan pertumbuhan anak-anakku nanti.
Oh iya, alasan lainnya juga karena aku
ingin melihatnya sebagai ahli dapur. Aku tak ingin ia rancu dengan pekerjaannya
sebagai ahli dokter. Aku tak ingin ia memasak dari resep dokter. Aku tak ingin
berpura-pura makan enak dihadapannya. Aku ingin ia benar-benar pandai memasak,
untuk menciptakan kehangatan di meja makan.
Nah jika aku boleh berpesan untuk kamu
yang nantinya akan menjadi wanita yang selalu kulihat tiap aku membuka mata di
pagi hari.
Mulai sekarang, belajarlah masak tidak
memakai bahan yang pedas-pedas. Pendamping hidupmu ini, tak kuat makan pedes
berlebihan.
Jika suatu saat nanti aku suka begadang karena pekerjaan. Ingatkanlah aku untuk istirahat.
Kalau suatu saat aku marah, bujuk aku
dengan suara lembutmu. Kalo aku mulai berlebihan, ancam saja aku untuk tidur di
teras rumah.
Nanti, setiap aku pulang kerja, jangan
banyak tanya dulu. Siapkan air putih dulu, baru cerita. Lelah tauk.
Kalau nanti aku kelamaan main diluar
bersama teman-teman. Menelpon lah!! pura-pura lah kau rindu berat. Dan katakan
kamu ingin aku pulang saat itu juga.
Kalau misalnya hubungan kita mulai
kurang harmonis lagi, buatkan saja aku teh. Dan jangan sungkan untuk
diomongkan!!. Beritahu saja aku tempat hiburan, atau wisata yang ingin kau
kunjungi.
Kalau suatu saat kamu lagi pengen makan
sesuatu. Beritahulah aku seakan kamu lagi mengidam berat. Kalau aku menunda
karena sibuk, tunjukkan saja nada-nada muka memelasmu.
Terakhir jangan lupa bangunkan aku untuk
sholat subuh. Jangan lupa
kita tetap dijalan yang sama. Dijalan untuk mencapai petunjuk surga-Nya. Kamu
ingin bersama hingga dikehidupan
selanjutnya kan? Ayook.
Haha, konyol yah? Jika saja,
masa depan adalah hasil dari doa saat ini, maka seperti itulah kira-kira
gambaran dihari dewasaku. Tapi apapun itu, masalah jodoh bukanlah masalah
keinginan, tapi masalah takdir. Kita sih, bisa meminta banyak hal yang kita
inginkan, tapi sang pemberi cinta selalu lebih tepat untuk memilihkan pasangan
yang kita butuhkan. Hingga hari itu tiba, tulisan ini akan kujadikan bahan
candaan, untuk ku tertawai bersama anak-anakku, dan sang penyedia sarapan
keluargaku, disuatu pagi, dihari kelak nanti.
Salam Hangatku,
Untuk Seseorang Yang Selalu Ada Dalam Doamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar