Kamis, 26 Maret 2015

Metafora Cinta


Selamat malam hai kamu yang disana, juga untuk jiwa-jiwa penyeselan yang masih terus merana.
Entah  kau merasa pagi, siang, atau sore, tapi hatiku selalu terasa malam gelap yang tak memiliki purnama, gulita yang tak menerima sedikitpun cahaya, dan semua pancaran keindahan yang sekarang hanya berujung derita.

Hari ini akan kutuliskan kisah sederhana diatas kertas mika, dengan pena yang selalu meninggalkan tinta.
Karena aku sudah lelah menuliskan kisah istimewa diatas rasa, dengan luka yang sekarang hanya meninggalkan perih cinta.

Aku berjalan ke pinggiran kota melihat orang-orang yang sibuk dalam pekerjaan.
Sebab aku sudah bosan berjalan dipinggiran harapan yang selalu aku kira kesempatan untuk mengembalikan masa-masa indah yang sekarang sibuk kau lupakan.

Orang-orang kota selalu terburu-buru sambil melihat kedepan untuk terus berjalan.
Sedang aku masih terus melambat karna hanya melihat masa lalu yang ada dibelakang hingga aku lupa bagaimana cara untuk berjalan.
Tiba-tiba hujanpun turun dengan deras yang mengaliri air kesetiap sudut jalan. Sama seperti waktu aku tiba-tiba jatuh cinta padamu dengan jantung yang begitu kencang hingga darahku mengalir deras disetiap sudut nadi dan sarafku.

Aku berlindung di depan rumah salah satu warga. Meskipun dulunya tempatku satu-saatunya berlindung hanyalah pada hatimu yang pernah jadi rumah ternyaman yang pernah dihuni oleh cintaku.
Walau hujan begitu deras, tapi aku tak dingin sama sekali, karena bara cinta yang dulu pernah kau nyalakan hingga kini belum pernah padam didalam dada ini.

Aku berlari mencari tempat yang lebih nyaman walau hujan belum kunjung reda, bukankah selama ini juga aku masih terus berlari meski sakit hati ini belum kunjung reda?.

Aku singgah ditempat fitness. Pas aku hendak masuk membuka pintu, ada ibu-ibu pengemis. Dengan muka memelas dia berkata,

“dek, saya belum makan dari pagi, saya harus menahan lapar sejak semalam dek, saya butuh uang dek”,

Melihat ibu-ibu pengemis itu, lalu akupun membalasnya dengan wajah tegar

“ibuu, lihat saya yang belum mendapat rasa kasih sejak betahun-tahun lamanya, saya harus menahan perih selama itu buuu, saya butuh cinta ibuuu..”.

Mendengar itu ibunya berdiri, dan memberiku cermin sambil ia hadapkan cermin itu didepan wajahku. Lalu ia pun berkata 

“lihat lah dirimu seperti ini nak. Karena percayalah cinta yang menyakitkan hanya butuh sebuah peratapan”.

Dengan membagi sedikit rezeki ke ibu pengemis, lalu ibu itu pun pergi. Bukan kah ketika kita membagi, akan membuat seseorang pergi?, Sama ketika kau membagi cinta kepada yang lain, membuat aku harus pergi.

Lalu akupun masuk kedalam. Aku menghampiri orang yang bertubuh besar dengan otot yang bertumpuk-tumpuk sedang mengangkat barbell 70KG. Lalu aku bilang kepadanya,

“seberat apa sih pak barbell itu?”,

Dengan menurunkan barbell yang tadinya ia pegang, dengan sombong ia berkata,

“wah ini sangatlah berat dek, saya butuh berbulan-bulan untuk berlatih mengangkat barbell seberat ini dek”

“oh yaahh?” kataku. Kemudian aku raih barbell itu dengan satu tangan, lalu mengangkatnya dengan sangat enteng, bahkan memutar-mutar barbell itu seperti tongkat mayoret. Bapak berotot menumpuk itu pun, kaget stengah mati.

“tak usah kaget pak. Barbell ini masih belum seberapa berat, jika dibandingkan dengan kepedihan masa lalu yang bertahun-tahun ini membebani hidupku pak. Bapak tau?? Sekarang aku tak percaya lagi akan ada sesuatu yang lebih berat dari mengangkat hati sendiri pergi dari orang yang sudah begitu lama kutitipkan kepadanya pak”. Kataku sambil menunjuk dada.

Karena aku mulai lelah untuk menjelaskan semua sakit ini kepada orang lain, maka aku pun melanjutkan lagi perjalanan.

Lelah ini membuatku lapar. Aku memutuskan untuk singgah disalah satu ‘warung sate ayam, dan kambing’ untuk mengisi perut sejenak, agar didalam sini yang terisi bukan hanya kerinduan yang sudah begitu lama tertumpuk.

Aku memesan ke abang tukang satenya.

“satenya yah bang satu porsi, tapi jangan kelamaan, karena abang tau sendiri betapa lelahnya menunggu itu”

Abang satenya menjawab “ohh siaap, pake hati apa ndak dek?”

“abang masih bertanya pakai hati apa tidak? Saya kasih tau yah bang, segala hubungan yang tidak pake hati itu menyakitkan bang. Terus kalau tidak pake hati, abang mau pake apa? Hanya pake akal, dan nafsu semata? Abang hanya akan menyakitkan orang lain yang telah menaruh harapan, kasih, dan sayang padamu bang.”

Abangnya terlihat mengangguk-ngangguk saja, sambil berkata
“oohh iya iya, berarti ini pake hati yah dek. Kalau adek pesan satu porsi, berarti sepuluh tusuk yah dek”

Dengan sigap saya menyekal perkataan abang satenya.

“apa bang? Satenya mau abang tusuk? Asal abang tau saja ya, hati saya sudah cukup lama tertusuk-tusuk ditikam rasa cemburu yang begitu dalam bang, dan itu menyakitkan. Sekarang abang mau melakukan hal yang sama dengan yang ia lakukan?” aku menatap tajam abang satenya.

“yahh, gimana dong namanya sate jugaaa. Nah, hatinya udah keburu habis tuh. Sekarang hatinya menjadi milik orang lain dek. Adek sih kelamaan memberikan kepastian” kata abang satenya.

“yaudah deh bang, saya tidak jadi pesan satenya. Saya tidak tega menikmati penderitaan daging yang ditusuk tusuk, lalu dibakar gitu bang. Kalau gitu saya minta air putih ajah dah bang. Haus.” Kataku kepada abang sate sebelum lanjut berjalan-jalan.

“waahh, airnya habis dek” kata abang satenya.

“apa bang? Habis? Cepat ingatkan aku tentang semua kenangan bersamanya bang! Cepat ingatkan aku semua tentang dirinya bang! Biar aku bisa minum dari air mataku sendiri ini bang. Air mata yang selalu deras saat mengingat semua tentangnya!.”

Karena aku tau makanan pun tak mampu menggantikan kerinduan yang kini semakin menumpuk didalam dada ini. Makanya aku lanjut lagi berjalan menelusuri sisi kota.

Dipersimpangan jalan aku singgah ditoko arloji yang katanya menjual alat untuk mengingatkan waktu. Tapi setelah aku melihat-lihat semuanya, ternyata waktu tak mampu lagi mengingatkanku bagaimana cara untuk melupakanmu.
Jarumnya memang selalu menuntunku untuk menunjuk angka yang lain, tapi jarum cintamu terlalu tajam menusuk hatiku, hingga aku tak kuasa bergerak untuk menunjuk jiwa yang lain untuk menyembuhkanku.

Jika waktu bahkan lelah menuntunku untuk melupakanmu, lalu dengan apa kesetiaan mengujiku?
TAMAT

*Hahah. Saya yakin beberapa diantara kalian yang membaca tulisan ini, akan berfikir bahwa ini adalah tulisan paling norak yang pernah ada. Padahal memang. Jadi awalnya saya mau membuat tulisan ini seperti puisi patah hati  dengan majas metafora, dan dengan konsep unik yang beda. Tapi karena saya juga sudah lama tidak menulis komedi, jadi saya campur dengan serious comedy, Semacam komedi yang hampir tak terbaca (jadi munculla tokoh-tokoh seperti ibu-ibu pengemis, abang sate, dll). Nah, karena ketidak konsistenan itu, maka jadilah tulisan norak ini tercipta. Haha, tapi kalau kalian sedikit memperhatikan lagi bait demi bait, maka kamu akan menemukan sajak-sajak kata yang senada, dengan campuran rima yang selaras, dan dengan khas metafora perspektifnya, sesuai dengan judul. Dan seperti biasanya saya memang suka bermain-main kata, bisa dibilang “pecinta sajak, yang diperbudak rima, tapi menuturkan makna” #ududu. Ok sekian klarifikasinya. Sampe ketemu lagi.

Salam Hangatku, Untuk

Orang-orang Yang Menyayangimu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar