“Ayah, aku ingin cerita.
Suatu hari, ada seorang wanita yang masuk dalam hidupku.
Suatu hari, ada seorang wanita yang masuk dalam hidupku.
Wanita ini sangat mirip denganku, bahkan setiap aku
melihatnya, bersamanya, aku seperti melihat refleksi diriku sendiri.
Keras kepala, sombong, tak mau kalah, tidak sopan, merasa
lebih pintar, menjengkellkan, egois, adalah semua hal yang ada padanya.
jika ayah mendiskripsikan sifat-sifatku, pasti ayah akan menyebutkan sifat yang sama seperti yang aku gambarkan tentang wanita ini.
jika ayah mendiskripsikan sifat-sifatku, pasti ayah akan menyebutkan sifat yang sama seperti yang aku gambarkan tentang wanita ini.
Bersamanya, aku belajar banyak hal tentang diriku sendiri.
Bersamanya aku jadi tau bagaimana rasanya menjadi orang yang hidup disekitarku.
Pernah suatu saat dia bilang “aku belum terfikir bagaimana jadinya hidup tanpa kau disampingku”,
Bersamanya aku jadi tau bagaimana rasanya menjadi orang yang hidup disekitarku.
Pernah suatu saat dia bilang “aku belum terfikir bagaimana jadinya hidup tanpa kau disampingku”,
aku bahkan berfikir hal yang sama dengannya, bahwa tak ada
lagi yang bisa menegur sifat masing-masing dari kami selain antara kami
sendiri.
Tak ada tempat yang lebih sungkan untuk memperdebatkan hal-hal yang remeh selain bersamanya.
Tak ada tempat yang lebih sungkan untuk memperdebatkan hal-hal yang remeh selain bersamanya.
Tapi walaupun aku dan dia sama, Tapi ketauhilah kehidupan
keluarganya tak lebih bahagia dari kita yah. Bahkan mereka diterjang banyak
cobaan, banyak lobang yang tak bisa mereka tutupi,
mereka tak lagi lengkap seperti kita.
Tapi tiap kali ia menceritakan setiap kesedihannya,
kenapa serasa aku yang berada diposisi seperti itu, atau karena hatiku diciptakan sama dengan yang ia punya hingga aku bisa merasakan luka yang sama sakitnya?. Entahlah, aku tak berani berbicara tentang takdir.
mereka tak lagi lengkap seperti kita.
Tapi tiap kali ia menceritakan setiap kesedihannya,
kenapa serasa aku yang berada diposisi seperti itu, atau karena hatiku diciptakan sama dengan yang ia punya hingga aku bisa merasakan luka yang sama sakitnya?. Entahlah, aku tak berani berbicara tentang takdir.
Pernah aku menendangnya untuk keluar dari hidupku saat aku
tau kebersamaan itu menjadi semakin dalam, bahkan tak bisa dimaknakan dari
bahasa cinta sekalipun. Terlalu munafik untuk dikatakan sekedar teman berbagi
dan terlalu jauh untuk berbicara masa depan dengan umur sedini ini, itu yang
aku maksud dengan kebingungan.
Tapi dia terus kembali, dan aku juga berharap ia tak pergi. Karna keplin-planan ku itu, jadilah aku benar-benar jatuh hati padanya.
Semakin lama rasanya tak mungkin bisa berpisah dengannya.
Mungkin itu adalah kesalahan pertama, karena aku tak menahan diri untuk terus bersamanya.
Tapi dia terus kembali, dan aku juga berharap ia tak pergi. Karna keplin-planan ku itu, jadilah aku benar-benar jatuh hati padanya.
Semakin lama rasanya tak mungkin bisa berpisah dengannya.
Mungkin itu adalah kesalahan pertama, karena aku tak menahan diri untuk terus bersamanya.
Kemudian saat aku berada jauh darinya,
saat aku menuruti kemauan ayah untuk berada disini.
Yang walaupun pada awalnya aku selalu bertanya-tanya “haruskah sejauh ini yah?”, jauh sangat jauh dari wanita yang aku kasihi, tapi aku menuruti semua keinginan ayah tanpa menunjukkan expresi berat hati, alasannya cuman satu, aku takut membuat ayah kecewa.
saat aku menuruti kemauan ayah untuk berada disini.
Yang walaupun pada awalnya aku selalu bertanya-tanya “haruskah sejauh ini yah?”, jauh sangat jauh dari wanita yang aku kasihi, tapi aku menuruti semua keinginan ayah tanpa menunjukkan expresi berat hati, alasannya cuman satu, aku takut membuat ayah kecewa.
Tapi suatu saat aku melakukan kesalahan yang kedua kalinya.
Aku melakukan tindakan bodoh yang pada akhirnya membuat wanita itu luka dan sakit.
Kemudian kita tak ada jalan lagi selain berpisah, saat pintu keluarga telah ditutup olehnya.
Aku melakukan tindakan bodoh yang pada akhirnya membuat wanita itu luka dan sakit.
Kemudian kita tak ada jalan lagi selain berpisah, saat pintu keluarga telah ditutup olehnya.
Setelah itu aku menjalani hari-hariku dengan tanpa bayangnya
lagi, dan ayah tau rasanya seperti apa? Seperti mayat hidup yang selalu
berharap punya hati untuk bisa merasakan lagi, aku bagaikan mati rasa yah.
Ayah mungkin tak pernah tau rasanya mengucap selamat tinggal tanpa melihatnya untuk yang terahir kalinya.
Di tiap malam tidurku, aku selalu takut memejamkan mata. Di tiap lelapku, yang aku lihat hanyalah mimpi buruk setelah kepergiannya.
Lebih dari puluhan teman yang aku teriakkan untuk membangunkanku dari mimpi yang membuatku sesak ini.
Lebih dari sepuluh kali sehari aku mencubit diriku sendiri untuk memastikan apakah ini nyata?, atau sekedar mimpi buruk yang berlangsung sangat lama?.
Entahlah..
Tapi suatu hari nanti. Aku ingin menunjukkan cinta paling luar biasa ini kepadanya, tanpa harus memperlihatkan patah hati terhebat yang juga kudapatkan darinya.
Ayah mungkin tak pernah tau rasanya mengucap selamat tinggal tanpa melihatnya untuk yang terahir kalinya.
Di tiap malam tidurku, aku selalu takut memejamkan mata. Di tiap lelapku, yang aku lihat hanyalah mimpi buruk setelah kepergiannya.
Lebih dari puluhan teman yang aku teriakkan untuk membangunkanku dari mimpi yang membuatku sesak ini.
Lebih dari sepuluh kali sehari aku mencubit diriku sendiri untuk memastikan apakah ini nyata?, atau sekedar mimpi buruk yang berlangsung sangat lama?.
Entahlah..
Tapi suatu hari nanti. Aku ingin menunjukkan cinta paling luar biasa ini kepadanya, tanpa harus memperlihatkan patah hati terhebat yang juga kudapatkan darinya.
Ayah tau kenapa semua ini kuceritakan kepada ayah?
karena aku tak ingin benar-benar sama dengan wanita yang kuceritakan ini,
wanita yang tak lagi bisa menceritakan semua kesedihannya kepada ayah dan ibunya. Walaupun wanita itu selalu yakin bahwa ibu ayahnya selalu mendengarkan setiap cerita-ceritanya dari surga sana.
Dan berkat wanita itu, aku merasa tak pantas bersedih dengan semua ini, aku bahkan merasa tak pantas menunjukkan semua keresahan ini pada siapapun termasuk ayah.
Dengan semua dukungan yang mengiriku,
dengan semua keutuhan yang kita miliki, aku sudah seharusnya merasa bahagia yah.”
karena aku tak ingin benar-benar sama dengan wanita yang kuceritakan ini,
wanita yang tak lagi bisa menceritakan semua kesedihannya kepada ayah dan ibunya. Walaupun wanita itu selalu yakin bahwa ibu ayahnya selalu mendengarkan setiap cerita-ceritanya dari surga sana.
Dan berkat wanita itu, aku merasa tak pantas bersedih dengan semua ini, aku bahkan merasa tak pantas menunjukkan semua keresahan ini pada siapapun termasuk ayah.
Dengan semua dukungan yang mengiriku,
dengan semua keutuhan yang kita miliki, aku sudah seharusnya merasa bahagia yah.”
Kemudian Bara menyimpan semua keresahannya dalam
tulisan-tulisan yang ia buat sebagai tempat ia melepaskan kepenatan dari beban
hidupnya. Kemudian ia menutup laptopnya, dan meregangkan semua ototnya sembari
berkata “aaahhh, hari yang melelahkan. selamat tidur”, selimutnya ditarik dan ia
memejamkan mata sambil tersenyum indah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar